Pengawasan PBJ

By Inspektorat IT Team 19 Nov 2020, 09:01:19 WIB

FORM KONFIRMASI PENAMBAHAN SYARAT PAKET PENGADAAN
(link: https://s.id/sNR7W)

FORM PENGAJUAN DAFTAR HITAM
(link: https://s.id/sWpMP)

Peraturan Menteri PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia
(link: https://s.id/y9Hzj)

PENGAWASAN PENGADAAN BARJAS

  1. Pengajuan Penambahan Persyaratan

Dasar hukum  penyelenggaraan :

Bahwa berdasarkan Pasal 58 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia bahwa dalam hal diperlukan, persyaratan kualifikasi Penyedia dapat dilakukan penambahan persyaratan pada setiap paket pekerjaan dengan syarat :

  1. Mendapatkan persetujuan dari Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama pada pemerintah daerah yang membidangi Jasa Konstruksi dan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama pada pemerintah daerah yang merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk pekerjaan dengan pembiayaan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
  2. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Terkait hal tersebut APIP akan melakukan reviu atas pengajuan usulan sebelum memberikan persetujuan, bahwa dalam rangka  penambahan tersebut harus dipertimbangkan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan  mempertimbangkan :

  1. Pasal 2 Undang Undang nomor 2 tahun 2017 tentang  Jasa Konstruksi Penyelenggaraan Jasa konstruksi, dimana penyelenggaraan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat,  kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesionalitas,  kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan, kebebasan, pembangunan berkelanjutan dan wawasan lingkungan;
  2. Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2020  tentang peraturan Pelaksanaan Undang-Undang  nomor 2 tahun 2017  tentang jasa  Konstruksi pada  pasal 60 ayat  (1) bahwa Pemilihan peyedia jasa yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan Negara dilaksanakan dengan prinsip:
  3. Pemenuhan asas nyata;
  4. Menciptakan nilai tambah dari kualitas  waktu, biaya, layanan, keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan;
  5. Persaingan usaha yang sehat;
  6. Keberpihakan terhadap usaha  kecil;
  7. Penggunaan produk dan teknologi dalam negeri;
  8. Penilaian berbasis kinerja penyedia jasa dan kemampuan usaha
  9. Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang  Pengadaan Barang/jasa Pemerintah dimana harus memperhatikan etika pengadaan dan pasal 6 bahwa pengadaan barang/jasa  menerapkan prinsip sebagai berikut :
  10. Efisien
  11. Efektif
  12. Transparan
  13. Terbuka
  14. Bersaing
  15. Adil
  16. Akuntable

Dan Pasal 44 ayat (9) bahwa pokja pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan tidak obyektif.

  • Peraturan Menteri pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat nomor 14 tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia pada Pasal 23 ayat (3) bahwa Pemaketan dilakukan dengan menetapkan  sebanyak-banyaknya paket untuk usaha kecil  dengan tetap memperhatikan prinsip efisiensi, persaingan  sehat, kesatuan sistem, dan kualitas kemampuan teknis;
  • dst

link pengajuan penambahan syarat https://s.id/sNR7W

2. Pengajuan Black List

Bahwa pengenaan  sanksi daftar hitam berdasarkan :

  1. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  2. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 4 Tahun 2021 Tentang Pembinaan Pelaku Usaha Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  3. Surat Edaran SEKDA Kab. Lumajang Nomor : 600/2395/427.20/2020 Tentang Pengaturan Sanksi Daftar Hitam

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 91 ayat (1) huruf v dan huruf w Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, ditetapkan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada Peserta pemilihan /Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu.

Sebagaimana  Pasal 3 Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Sanksi daftar hitam diberikan kepada peserta pemilihan /Penyedia apabila :

  1. peserta pemilihan menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/ tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;
  2. peserta pemilihan terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;
  3. peserta pemilihan terindikasi melakukan Korupsi, Kolusi, dan/atau Nepotisme (KKN) dalam pemilihan Penyedia;
  4. peserta pemilihan yang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan;
  5. peserta pemilihan yang mengundurkan diri atau tidak menandatangani kontrak katalog;
  6. pemenang Pemilihan yang telah menerima Surat Penunjukan Penyedia Barang Jasa (SPPBJ) mengundurkan diri sebelum penandatanganan Kontrak dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh PPK;
  7. Penyedia yang tidak melaksanakan kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK yang disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/Jasa; atau
  8. Penyedia tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan sebagaimana mestinya.

Tahapan Penetapan Sanksi Daftar Hitam dilakukan melalui tahapan yang meliputi :

  1. pengusulan;
  2. pemberitahuan;
  3. keberatan;
  4. permintaan rekomendasi;
  5. pemeriksaan usulan; dan
  6. penetapan.

Dalam proses tersebut APIP menindaklanjuti permintaan rekomendasi dan keberatan dengan cara melakukan pemeriksaan dan/atau klarifikasi kepada PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan, peserta pemilihan/Penyedia dan/atau pihak lain yang dianggap perlu sebagaimana prosedur yang berlaku

link pengajuan daftar hitam https://s.id/sWpMP

3. Pengajuan Pre dan Probity Audit

  • Pre Audit

Pre-Audit adalah audit/ pemeriksaan terhadap dokumen rencana / kebijakan/ hal-hal sebelum aktivitas dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan reviu yang memberikan keyakinan terbatas, pre- audit menjamin secara memadai atas suatu  rencana tersebut termasuk sumber/dasar perencanan dan atau kemungkinan dampak yang mungkin terjadi, dan lingkup lainnya. Pre audit utamanya diselenggarakan untuyk mengurangi penyimpangan (fraud) dan atau dapat mencegah korupsi lembaga ataupun peyimpangan lainya baik kepatuhan maupun kinerja (administratif, etik, disiplin, pidana). Sebab penyelenggaraan pre audit Pre audit diselenggarakan berdasarkan :

  1. Permohonan dari Perangkat Daerah;
  2. Hasil identifikasi / penilaian risiko (dampak yang signifikan, dst);
  3. Obyek pre-audit dipandang tidak cukup memadai jika hanya dilakukan reviu;
  4. Perintah Kepala Daerah;
  5. Sebab lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
  • Probity Audit

Probity diartikan sebagai integritas (integrity), kebenaran (uprightness), dan kejujuran (honesty). Dengan probity proses pengadaan barang/jasa, penjualan aset, dan pemberian sponsor/hibah dilaksanakan secara wajar, obyektif, transparan, dan akuntabel. Maka korupsi tidak akan terjadi. Sebab penyelenggaraan Probity Audit Probity audit diselenggarakan berdasarkan :

  1. Permohonan dari Perangkat Daerah
  2. Hasil identifikasi / penilaian risiko (dampak yang signifikan, dst)
  3. Perintah Kepala Daerah
  4. Sebab lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

Beberapa pertimbangan obyek yang dilakukan probity audit antara lain secara umum RIAS (Risk, impact, Significant, Auditability), diantaranya :

  1. Obyek yang berisiko tinggi (apabila gagal signifikan mengganggu pencapaian tujuan) dan bersifat kompleks (metode pelaksanaan rumit membutuhkan peralatan dan tenaga ahli khusus).
  2. Obyek yang memiliki sejarah/latar belakang yang kontroversial atau berhubungan dengan permasalahan hukum.
  3. Obyek dengan pekerjaan sangat sensitif secara politis.
  4. Obyek yang yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
  5. Obyek yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas.
  6. Obyek yang untuk memenuhi pelayanan dasar masyarakat.
  7. Obyek yang yang nilai relatif besar dibandingkan lainnya;
  8. Pertimbangan lainnya .

4. Pengawasan Barang/Jasa Lainnya

Diantaranya Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia :

  1. Untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit diatas Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dan Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit diatas Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah), Pokja Pemilihan mengusulkan penetapan pemenang pemilihan kepada PA/KPA melalui UKBPJ yang ditembuskan kepada PPK dan APIP Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
  2. Sanggah Banding merupakan protes dari penyanggah kepada KPA pada pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang tidak setuju atas jawaban sanggah. Dalam hal tidak ada KPA, Sanggah Banding ditujukan kepada PA. Penyampaian Sanggah Banding diatur dengan ketentuan diantaranya Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia, sebagai berikut :
  3. Penyanggah menyampaikan Sanggah Banding secara tertulis kepada KPA selambat – lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah jawaban sanggah dimuat dalam aplikasi SPSE. Tembusan sanggah banding disampaikan kepada APIP yang bersangkutan;
  4. Sanggah yang disampaikan kepada Pejabat Penandatangan Kontrak, PA/KPA, dan APIP Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, atau disampaikan diluar masa sanggah, dianggap sebagai pengaduan dan diproses sebagaimana penanganan pengaduan.

Modul Pengoperasian Evaluasi PAPBJ (Terbaru)